My Blog List

About Me

Search This Blog

Lebih Kucinta dari Dunia Seisinya

Senin, 18 Oktober 2010




رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dari Rasululloh Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Dua rekaat fajar lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim).



Prolog

Aku tertakjub dengan nikmat berlimpah yang Allah berikan kepada nabi Sulaiman ‘Alaihis salam. Sangat berlimpah malah. Allah mengaruniakan kekuasaan kepada nabi Sulaiman berupa tunduknya jin, dan angin. Serta bisa memahami bahasa binatang. Belum lagi, mendapatkan warisan kekuasaan dari ayahnya, nabi Dawud ‘Alaihis salam.

Lebih dari itu, banyak pula kisah menakjubkan dari perjalanan hidup nabi Sulaiman ‘Alaihis salam. Di antaranya, apa yang dipaparkan oleh Imam al Qurthubi di dalam tafsirnya, “al Jami’ li Ahkami al Qur’an.” Beliau memaparkan kisah menarik, yang periwayatannya berasal dari Idris bin Wahab bin Munabbih, yang mendengar kisah ini langsung dari ayahnya, Wahab bin Munabbih.

Kisahnya,

“Dulu, nabi Sulaiman memiliki istana yang bertingkat seribu. Bangunan paling atas terbuat dari kaca, sedang paling bawah terbuat dari besi. Nah, pada suatu saat, nabi Sulaiman mengendari angin (baca; awan kinton –meminjam istilah sun go ku ^_^ ). Beliau berkeliling dengan angin yang membersamainya, dan kebetulan ia melewati seorang petani. Petani itu begitu tertakjub dan terperangah dengan apa yang dilihatnya. Membayangkan kenikmatan tak terhingga yang diberikan Allah kepada salah satu nabi-Nya, Sulaiman bin Dawud ‘alaihimas salam. Sudah dikaruniai istana yang bertingkat seribu, bisa berkeliling dunia dengan angin ke tempat mana saja yang ia suka.

Sungguh, petani tersebut betul-betul terpesona sampai-sampai ia berkata, “La qad utiya alu Dawuda mulkan azhima….sungguh, keluarga Dawud telah dikaruniai kekuasaan yang agung.”

Kata-kata wajar yang terlontar dari lisan seseorang yang tak berpunya, seorang petani, tentang kelebihan yang Allah berikan kepada nabi Sulaiman. Atau mungkin, itu juga yang terucap dari lisan kita.

Kemudian, kata-kata itu dibawa oleh angin hingga terdengar oleh nabi Sulaiman. Beliau pun turun untuk mendekati petani tersebut. Setelah sampai di atas tanah, beliau menghampiri petani dan berkata, “Inni sami’tu qaulaka wa innama masyaitu ilaika li alla tatamanna ma la taqdiru alaika….Aku sudah mendengar apa yang barusan kamu ucapkan. Aku sengaja mendatangimu untuk mengingatkan agar kamu tidak mengangankan apa yang tidak kamu mampui.”

Setelah berucap demikian, nabi Sulaiman memberikan pesan penting kepada petani tersebut, dan juga kepada kita tentunya, “La tasbihatun wahidatun yaqbaluhallahu minha la khairun min ma utiya alu Dawud….sungguh, satu kali tasbih yang diterima Allah itu lebih baik bagimu daripada apa yang dikaruniakan kepada keluarga Dawud.”

Karena, bagaimanapun juga, satu tasbih yang terucap dari lisan kita dan diterima Allah, itu lebih baik dari semuanya. Lebbih baik dari semua kerajaan nabi Sulaiman, hatta tertunduknya angin kepada beliau dan istana megah bertingkat seribu itu. Dan kita, umat Muhammad, memiliki amalan mulia yang jauh lebih baik dari dunia seisinya. Apa itu??



Shalat Sunah Fajar ….

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dari Rasululloh Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Dua rekaat fajar lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim).

Janji ini terucap dari lisan orang yang paling kita cinta, nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.

Syaikh Khalid Abu Syadzi menjelaskan, “Ini pahala dua rekaat shalat sunah fajar. Oleh karena ibadah wajib adalah amalan hamba yang paling disukai untuk mendekatkan diri kepada Allah, berarti pahalanya pun lebih besar dan keuntungannya lebih melimpah. Bila beliau bersabda, “ Lebih baik dari dunia dan seisinya.” Yakinilah bahwa sabda beliau ini benar. Beliau tidak berucap berlebih-lebihan dalam memberikan gambaran dan tidak berbicara berdasarkan keinginan belaka. Beliau terlepas dari tendensi apapun. Bagaimana tidak, sementara ucapan beliau tiada lain adalah wahyu dari Allah.”

Bila kita memang mencinta nabi Muhammad dan sunahnya, kita pasti selalu melaksanakannya, karena tidak ada amalan sunah yang sangat dijaga oleh nabi Muhammad sebagaimana beliau menjaga shalat sunah fajar shubuh ini. Karena dengan melaziminya, berarti secara tidak langsung, kita pasti menjaga shalat shubuh kita. Amalan yang paling sering dilalaikan orang munafik sampai-sampai Ibnu Mas’ud berkata, “Aku tidak melihat orang yang meninggalkan shalat shubuh berjama’ah kecuali ia adalah orang munafik.” Kemunafikan yang dulu sangat ditakuti oleh para shahabat semisal Aisyah, Ali bin Abi Thalib dan shahabat yang lainnya. Sedangkan kita? Pernahkah menghawatirkan sifat kemunafikan dari diri kita ketika kita -dengan sengaja, bahkan meremehkannya- meninggalkan shalat shubuh berjama’ah……? Ah, rasanya kita perlu menangisi diri kita. Kita memang perlu belajar menyesal dan menangis bila kehilangan shalat sunah fajar, dan tentunya juga shalat shubuh berjama’ah. Seperti sesal dan tangis Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu.




Tangis Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu…

Ketika mengenangkan perjuangan kaum muslimin dalam menaklukkan benteng Tustur, Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu menangis. Padahal pada saat itu kamu muslimin meraih kemenangan yang gilang gemilang sekalipun sebelumnya harus melalui pertempuran yang sangat melelahkan.

Tustur adalah salah satu permata terindah yang dimiliki Persia. Dibangun dengan sangat cerdas di atas sebuah dataran tinggi yang memiliki sungai besar bernama Dujail, berikut waduk yang dibangun oleh Raja Sabur. Tak hanya megah, Tustur juga dikelililingi benteng yang menurut ahli sejarah adalah benteng terkuat yang pernah ada. Benteng menjulang itu semakin sulit ditembus dengan adanya parit yang mengelililinginya dari ujung ke ujung serta dijaga prajurit-prajurit terkuat. Sekalipun demikian, dengan bantuan Allah, kaum muslimin bisa menaklukkan benteng Tustar walaupun setelah 11 bulan lebih.

Tetapi….,

Sekalipun meraih kemenangan telak, Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu terisak menangis mengenangnya. Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu menceritakan kisahnya, “Aku menyaksikan penaklukan benteng Tustar ketika fajar menyingsing. Peperangan semakin sengit dan berkecamuk dengan dahsyatnya sehingga kami tidak mampu mendirikan shalat shubuh kecuali setelah matahari meninggi, lalu kami shalat bersama Abu Musa, kemudian Allah memberikan kemenangan kepada kami.”

Beliau melanjutkan dengan mata berkaca, “Ma yasurruni bi tilka ash Shalati ad dunya wa ma alaiha…dunia dan segala perhiasannya tidaklah membahagiakanku dengan luputnya shalat (shubuh) itu.”

Subhanallah, mulia nian hatimu Anas. Engkau menangisi shalat sunah fajar dan shalat shubuh pada waktunya, padahal Allah memberimu udzur karena sedang berjihad.

Sekarang, dimanakah generasi yang mengikuti jejakmu, duhai Anas Radhiyallahu ‘anka, kini? Yang menangis ketika kehilangan shalat sunah fajar dan shalat shubuh berjama’ah??.




Epilog

Satu hal yang ingin penulis sampaikan, mari kita jaga shalat sunah fajar dan shalat shubuh berjama’ah kita. Shalat yang kelak akan memberikan cahaya sempurna pada hari kiamat kelak. Dan cahaya sempurna itulah yang kelak kita nantikan. Sedangkan pada hari itu, kaum munafik sangat ketakutan karena tidak ada cahaya yang membersamai mereka kecuali hanya cahaya yang redup-redup sehingga mereka tidak bisa berjalan.

“Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman, “Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebahagian dari cahayamu.” Dikatakan (kepada mereka): “Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu).” Lalu di antara mereka diadakan dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.” (al Hadid : 13).



Demikian artikel sederhana yang penulis susun. Sederhana memang, namun penulis berharap banyak manfaat yang bisa kita dapatkan, dan Allah mencatatnya sebagai amal kebajikan. Semoga. Wallahul muwaffiq.





Reference :

Tafsir al Jami’ li Ahkami al Qur’an, al Qurthubi

150 Qishah Umar bin Khatthab, Ahmad Abdul ‘Al ath Thahthawi

Misteri shalat Shubuh, Raghib as Sirjani

Bertransaksi dengan Allah, Khalid Abu Syadzi

Majalah ar Risalah

Text